Rabu, 21 Desember 2011

Asuhan keperawatan "adaptasi psikologis post partum

BAB I
ADAPTASI PSIKOLOGIS POST PARTUM

Post partum adalah masa nifas mulai setelah partus selesai, dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu, akan tetapi seluruh alat genital baru pulih kembali seperti sebelum kehamilan dalam waktu 3 bulan. (Prawiroraharjo, 2000)
Post partum adalah proses lahirnya bayi dengan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan alat-alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang dari 24 jam.
(Rustam Mochtar, 1998)
Dalam proses adaptasi pada masa postpartum terdapat tiga metode yang meliputi ”immediate puerperineum” yaitu 24 jam pertama setelah melahirkan, ”early puerperineum” yaitu setelah 24 jam hingga 1 minggu, dan ”late puerperineum” yaitu setelah satu minggu sampai 6 minggu postpartum.
1.      Adaptasi psikologi ibu
Menjadi orang tua merupakan suatu krisis tersendiri dan harus melewati masa transisi. Masa transisi pada postpartum yang harus diperhatikan perawat adalah :
Honeymoon
Honeymoon adalah fase setelah anak lahir dan terjadi kontak yang lama antara ibu, ayah dan anak. Masa ini dapat dikatakan sebagai psikis honeymoon yang memerlukan hal-hal romantis, masing-masing saling memperhatikan anaknya dan menciptakan hubungan yangbaru.
Bonding attachment/ikatan kasih
Dimulai sejak dini begitu bayi dilahirkan. Bonding adalah suatu istilah untuk menerangkan hubungan antara ibu dan anak, sedangkan attachment adalah suatu keterikatan antara orangtua dan anak. Peran perawat penting sekali untuk memikirkan bagaimana hal tersebut dapat terlaksana. Partisipasi suami dalam proses persalinan merupakan suatu upaya untuk meningkatkan ikatan kasih tersebut.  
Perubahan fisiologis pada klien postpartum akan diikuti oleh perubahan psikologis secara simultan sehingga klien harus beradaptasi secaramenyeluruh. Menurut klasifikasi Rubin terdapat tiga tingkat psikologisklien setelah melahirkan adalah :

Fase taking in
Suatu periode dimana ibu hanya berorientasi pada kebutuhan diri sendiri, tingkah laku klien pasif dengan berdiam diri, tergantung pada orang lain. Ibu belum mempunyai inisiatif untuk kontak dengan bayinya, dia sangat membutuhkan orang lain untuk membantu, kebutuhannya yang utama adalah istirahat dan makan. Selain itu ibu mulia menerima penganlamannya dalam melahirkan dan menyadari bahwa hal tersebut adalah nyata, periode ini berlangsung 1-2 hari. Menurut Gottible, pada fase ini ibu akan mengalami ”proses mengetahui/menemukan” yang terdiri dari :
? Identifikasi
Ibu mengidentifikasi bagian-bagian dari bayi, gambaran tubuhnya untuk menyesuaikan dengan yang diharapkan/diimpikan.
? Relating (menghubungkan)
Ibu mengambarkan bayinya mirip dengan anggota keluarga yang lain.
? Menginterpretasikan
Ibu mengartikan tingkah laku bayi dan kebutuhan yang dirasakan. Pada fase ini dikenal dengan istilah ”finger tie touch”

 Fase Taking hold
ibu berusaha mandiri dan berinisiatif , perhatian terhadap kemampuan mengatasi fungsi tubuhnya misalnya kelancaran buang air besar, buang air kecil, melakukan berbagai aktivitas, jalan, duduk, ingin belajar tentang perawatan dirinya sendiri dan bayinya . Timbul rasa kurang percaya diri sehingga mudah  mengatakan tidak mampu mengatakan perawatan ’’fase ini berlangsung kira-kira 10 hari’’.
Fase Letting go
Pada fase ini klien sudah mampu merawat dirinya sendiri dan mulai disibukkan tanggung jawabnya sebagai ibu. Secara umum fase ini terjadi ketika ibu kembali ke rumah.

Post partum blues
Pada fase ini terjadi perubahan kadar hormon esterogen dan progesteron yang menurun, selain itu klien tidak siap dengan tugas-tugas yang harus dihadapinya. Post partum blues biasanya terjadi 6 minggu setelah melahirkan. Gejala yang tampak adalah menangis, mudah tersinggung, gangguan nafsu makan, gangguan pola tidur, dan cemas. Bila keadaan ini berlangsung lebih dari 2 minggu dan klien tidak mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan tugasnya maka keadaan ini dapat menjadi serius yang dikenal sebagai post partum depresi.

2.      Adaptasi psikologis pada ayah dan keluarga

Adaptasi psikologis ayah
Respon ayah pada masa sesudah klien melahirkan tergantung keterlibatannya selama proses persalinan, biasanya ayah akan merasa lelah, ingi selalu dekat dengan istri dan anaknya, tetapi kadang-kadang terbentur dengan peraturan RS.

Adaptasi psikologis keluarga
Kehadiran bayi baru lahir dalam keluarga menimbulkan perubahan peran dan hubungan dalam keluarga tersebut, misalnnya anak yang lebih besar menjadi kakak, orang tua menjadi kakek/nenek, suami dan isteri harus saling membagi perhatian. Bila banyak anggota keluarga yang membantu merawat bayi, maka keadaan tidaklan sesulit dengan tidak ada yang membantu, sementara klien harus ikut aktif melibatkan diri dalam merawat bayi dan membantu rumah tangga.

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN POST PARTUM

A.    Pengkajian
1. Fisiologis :
v  Keadaan umum:  tingkat energy, self estem, tingkat kesadaran.
v  BB, TB, LLA, tanda vital normal ( TD konsisten,  nadi cenderung bradikardia, suhu 36,2-38, respirasi 16-24)
v  Kepala: rambut, wajah, mata (konjungtiva) hidung, mulut, fungsi pengecapan, pendengaran, leher.
v  Breast:  pembesaran, simetris, pygmentasi: warna kulit, keadaan areola dan puting susu, stimulation, nipple erexi, kepenuhan dan pembengkakan, benjolan, nyeri, produksi laktasi/colostrums, perabaan, pembesaran kelenjar getah bening pada ketiak.
v  Abdomen: teraba lembut, tekstur doughy (kenyal), M.rectus abdominalis utuh (intact) atau terdapat diastasis, distensi striae, tinggi fundus uterus, konsitensi (keras, lunak, boggy), lokasi, kontraksi uterus, nyeri,perabaan distensi blas.
v  Anogeniatal: lihat struktur, regangan, edema vagina, keadaan liang vagina (licin, kendur, lemah) adakah edema, nyeri tegang. Perineum: keadaan luka epiostomy, echimosis, edema, kemerahan eritema, draibnage lochia (warna, jumlah, bau, bekuan darah atau konsistensi, 1-3 hari rubra, 4-10 hari serosa, > 10 hari alba)   
v   Muskulus: tanda human, edema, tekstur kulit  nyeri bila dipalpasi, kekuatan otot.


2.      Pemeriksaan Diagnostik
a.       Darah:  Hemoglobin/Hematokrit 12-24 post partum (jika Hb <10g% dibutuhkan suplemen Fe), eritrisot, leukosit, trombosit.
b.      Klien dengan Dower kateter diperlukan kultur urine.

3.      Factor resiko
Blues: perasaan sedih, kelelahan, kecemasan, bingung dan mudah menangis.
Depresi: konsentrasi, minat,perasaan kesepian, ketidakamanan, berfikir obsesif, rendahnya emosi yang positif dan perasaan tidak berguna. 

4.      Psikologis / emosional
Interaksi orang tua anak:  bila bayi masih dalam ruangan perhatikan ekspresi wajah oarngtua ketika melihat pada bayinya, apa yang dikatakan dan apa yang dilakukan oleh orang tua.

B.     Perumusan diagnosis
1.      Potensial terjadinya hemoragia berhubungan dengan atonia uteri dan trauma.
2.      Potensial terjadinya retensi urine berhubungan dengan trauma persalinan anak.
3.      Nyeri berhubungan dengan afterpain,epiostomi yg belum sembuh
4.      Potensial pecahnya putting susu dan mastitis berhubungan dengan kegiatan menyusui.
5.      Gangguan proses laktasi berhubungan dengan tingkat pengetahuan ibu dan pengalaman sebelumnya.
6.      Depresi berhubungan dngan tingkat hormon,tidak nyaman dan syok posttraumatik.
7.      Potensial kurangnya pengetahuan mengenai hub seksual,senam nifas,dan kontrasepsi.
8.      Potensial kurangnya pengetahuan mengenai menyusui dan penggunaan sumber-sumber komunitas

C.    Perencanaan tindakan
1.      Potensial terjadinya hemoragia berhubungan dengan atonia uteri dan trauma.
Intervensi:
·         Masase lembut secara interminten fundus uteri dapat membantu mengeluarkan darah dan bekuan yang menumpuk sehingga uterus dapat berkontraksi kembali.
·         Kaji jumlah darah yang keluar yang terdapat pada pembalut.
·         Pantau tanda-tanda dan observasi warna kulit apakah ibu mengalami sianosis.
·         Bila keluar jaringan dapat menandakan terjadinya sisa plasenta di dalam uterus
·         Bila perperdarahan terjadi tiba-tiba kemungkinan dilakukan laserasi pada serviks atau vagina
·         Bila keluar jaringan dapat menandakan terjadinya sisa plasenta di dalam uterus kemungkinan dilakukan tindakan perbaikan dengan operasi.

2.      Potensial terjadinya retensi urine berhubungan dengan trauma persalinan.
Kandung kemih yang penuh menekan uterus ke atas dan ke samping. Posisi yang demikian dapat mengganggu kontraksi uterus, sehingga mengarah pada terjadinya hemoragia. Hal ini menambah ketidaknyamanan dan dapat mengakibatkan atonia uteri kandung kemih, retensi urine, dan bahkan infeksi.
Akibat terjadinya trauma dan pembengkakan yang terjadi padaibu mungkin didapati adanya kesulitan berkemih. Air hangat dipancurkan diatas vulva dan air dibiarkan mengalir membantu relaksasi sfinter, bila gagal maka dianjurkan katerisasi.    

3.      Nyeri berhubungan dengan ruptur, nyeri setelah melahirkan.
Intervensi :
·         Berikan kantung es pada perineum
·         Kaji rasa nyaman ( nyeri )
·         Observasi TTV
·         Ajarakan ibu dalam menggunakan tehnik relaksasi yang di pelajari
·         Intervensi ibu untuk mengerutkan bokong bersamaan bila duduk lagi saat ambulasi terasa nyeri.
·         Atur posisi tidur klien sesuai dengan derajat kenyamanan klien
·         Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk pemberian analgesik.

4.      Potensial pecahnya putting susu dan mastitis berhubungan dengan kegiatan menyusui
Bagi ibu yang menyusui bayinya, perawatan putting susu merupakan suatu hal amat penting. Payudara harus dibersihkan dengan teliti setiap hari selama mandi dan sekali lagi hendak menyusui. Hal ini akan mengangkat colostrums yang kering atau sisa susu dan membantu mencegah akumulasi dan masuknya bakteri baik ke putting susu maupun ke mulut bayi. Salep atau krim khusus dapat digunakan untuk mencegah pecah-pecah pada putting. Bila putting menjadi pecah-pecah, proses menyusui dapat ditangguhkan sampai putting tersebut sembuh. ASI dikeluarkan secara manual atau menggunakan pompa ASI elektrik, disimpan kemudian diberikan pada bayi. Terus menyusui dengan putting pecah-pecah dan perdarahan dapat mengarah pada mastitis, suatu komplikasi serius.  

5.      Gangguan proses laktasi berhubungan dengan tingkat pengetahuan ibu dan pengalaman sebelumnya.
Intervensi :
·         Kaji pengetahuan dan pengalaman klien tentang menyusui sebelumnya
·         Tentukan system pendukung yang tersedia pada klien dan sikap pasangan
·         Demontrasikan dan tinjau ulang tehnik-tehnik menyusui , perhatikan posisi bayi selama menyusui dan lamanya menyusui.
·         Berikan informasi , verbal dan tertulis mengenai fisiologis dan kandungan menyusui.
·         Anjurkan klien melihat putting setiap habis menyusui.
·         Anjurkan penggunaankompres es sebelum menyusui dan latihan puting dengan memutar diantara ibu jari dan jari tengah.
·         Anjurkan klien untuk mengeringkan putting susu dengan udara selama 20-30 menit setelah menyusui.
·         Intruksikan klien untuk menghindari penggunaan pelindung putting kecuali secara khusus diindikasikan.
·         Berikan pelindung puting payudara untuk klien menyusui dengan putting masuk dan datar.
·         Kolaborasi , rujuk klien pada kelompok pendukung , misalnya Posyandu.

6.      Depresi berhubungan dengan tingkat hormone, tidak nyaman dan syok postraumatik.
Respon emosi pada wanita terhadap kehamilan, persalinan dan purpurium, ketika, saat-saat kelahiran telah dekat, wanita mengalami peningkatan kegembiraan, mencapai klimaks denan kelahiran bayi. Seringkali emosi menurun dengan cepat setelah kelahiran. Tingat estrogen dan progesterone dalam tubuh menurun.
7.      Potensial kurangnya mengenai hubungan seksual, senam nifas dan kontrasepsi.
Hubungan seks
Dapat dilakukan dengan aman ketika luka epiostomi telah sembuh dan keluaran lochia telah berhenti karena tingkat estrogen yang rendah dalam seminggu setelah melahirkan anak, sel-sel pensekresi dalam vagina mungkin hanya membentuk sedikit pelumas alamiah oleh karenanya menggunaan lubricant dapat sangat membantu. Beberapa wanita mengalami let-down ASI respon terhadap orgasme seksual mereka juga mungkin merasakan rangsangan seks pada saat menyusui. Respon fisologis ini dapat menekan pasien kecuali mereka memahami bahwa hal tesebut adalah normal.
Latihan peregangan otot/senam nifas
Ketika kekuatan mereka telah kembali setelah awal periode penyesuaian terhadap melahirkan anak pasien dapat memulai latihan peregangan otot dasar pelvis dan otot-otot abdomen didasarkan pada ibu selama perawatan prenatal segera setelah merasa nyaman, dorong ibu untuk melakukan latihan ini. Demikian pula, mereka dapat memulai latihan otot-otot abdomen, ketika bila kekuatannya mulai kembali pasien harus ingat bahwa selan 5-6 bulan otot-otot mengalami relaksasi dan hal tersebut membutuhkan waktu berbulan – bulan mencapai tonus sebelumya.
            Kaji tingkat pengetahuan klien tentang KB, HE tentang manfaat KB, HE tentan metode kontrasepsi, keuntungan dan kerugiannya.
8.       
 Kebanyakan ibu yang sehat dan bayinya pulang kerumah 2-5 hari setelah dilahirkan perawat, bidan atau dokter melakukan pemeriksaan fisik dan wawancara pada ibu sebelum dipulangkan. Pemeriksaan fisik meliputi : pangkajian, organ – organtubuh besar payudara organ-organ dalam pelviks, dan perineum wawancara memberikan kesempatan pada ibu untuk membicarakan masalah yang dimiliki dan mengajukan pernyataan-pernyataan. Beberapa dokter dan bidan mennyediakan daftar yang telah dicetak tentang instruksi bagi ibu termasuk hal-hal sebagai berikut:
1.       Aktifitas
2.      Mandi
3.      Hubungan seks
4.      Diit
5.      Latihan
6.      Tanda-tanda bahaya
7.      Pemeriksaan kembali pada minggu ke 6  
D.    Implementasi
Merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah direncanakan. Mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan mandiri adalah tindakan keperawatan berdasarkan analisis dan kesimpulan perawat dan bukan atas petunjuk tenaga kesehatan lain. Tindakan kolaborasi  adalah tindakan keperawatan yang didasarkan oleh hasil keputusan bersama dengan dokter atau petugas kesehatan lain.
E.     Evaluasi
Merupakan hasil perkembangan ibu dengan berpedoman kepada hasil dan tujuan yang hendak dicapai.

0 komentar:

Posting Komentar