BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang
Setiap kehidupan yang dialami
manusia selalu mengalami fluktuasi dalam berbagai hal. Berbagai stressor baik
fisik, psikologis maupun social mampu mempengaruhi bagaimana persepsi seorang
individu dalam menyikapi kehidupan. Hanya individu dengan pola koping yang baik
yang mampu mengendalikan stressor-stressor tersebut sehingga seorang individu
dapat terhindar dari merilaku maladaptive. Selain faktor pola koping, faktor
support system individu sangat memegang peranan vital dalam menghadapi stressor
tersebut.
Individu yang mengalami ketidakmampuan dalam menghadapi stressor disebut individu yang berperilaku maladaptive, terdapat berbagai macam jenis perilaku maladaptive yang mungkin dialami oleh individu, dari yang tahap ringan hingga ke tahap yang paling berat yaitu Tentamen suicide atau percobaan bunuh diri.
Individu yang mengalami ketidakmampuan dalam menghadapi stressor disebut individu yang berperilaku maladaptive, terdapat berbagai macam jenis perilaku maladaptive yang mungkin dialami oleh individu, dari yang tahap ringan hingga ke tahap yang paling berat yaitu Tentamen suicide atau percobaan bunuh diri.
Menurut ahli, Bunuh diri
merupakan kematian yang diperbuat oleh sang pelaku sendiri secara sengaja
(Haroid I. Kaplan & Berjamin J. Sadock, 1998). Seorang individu yang
mengalami tentamen suicide biasanya mengalami beberapa tahap sebelum dia
melakukan percobaan bunuh diri secara nyata, Pertama kali biasanya klien
memiliki mindset untuk bunuh diri kemudian biasanya akan disampaikan kepada orang-orang
terdekat. Ancaman tersebut biasanya dianggap angin lalu, dan ini adalah sebuah
kesalahan besar. Selanjutnya klien akan mengalami bargaining dengan pikiran dan
logikanya, tahap akhir dari proses ini biasaya klien menunjukan tindakan
percobaan bunuh diri secara nyata.
Keperawatan kegawatdaruratan dalam kasus tentamen suicide berfokus pada penanganan klien setelah terjadinya upaya nyata dari klien yang melakukan percobaan bunuh diri sehingga tidak berfokus pada aspek psikologi dan psikiatri dari klien dengan tentamen suicide.
Keperawatan kegawatdaruratan dalam kasus tentamen suicide berfokus pada penanganan klien setelah terjadinya upaya nyata dari klien yang melakukan percobaan bunuh diri sehingga tidak berfokus pada aspek psikologi dan psikiatri dari klien dengan tentamen suicide.
2. Rumusan
Masalah
1) Apakah
pengertian dari bunuh diri ?
2) Faktor
apa penyebab bunuh diri ?
3) Apakah
tipe bunuh diri ?
4) Bagaimana
patofisiologi kasus bunuh diri ?
5)
Bagaimana pathway
percobaan bunuh diri ?
BAB
II
KONSEP
MEDIS
1.
Pengertian
ü Bunuh
diri merupakan kematian yang diperbuat oleh sang pelaku sendiri secara sengaja
(Haroid I. Kaplan & Berjamin J. Sadock, 1998).
ü Bunuh
diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri
kehidupan (Budi Anna kelihat, 1991).
ü Perilaku
destruktif diri yaitu setiap aktifitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah
kepada kematian (Gail Wiscara Stuart, dan Sandra J. Sundeen, 1998).
ü Bunuh
diri adalah, perbuatan menghentikan hidup sendiri, yang dilakukan oleh individu
itu sendiri. Namun, bunuh diri ini dapat dilakukan pula oleh tangan orang lain.
Misal : bila si korban meminta seseorang untuk membunuhnya, maka ini sama
dengan ia telah menghabisi nyawanya sendiri. Dimana, Menghilangkan nyawa,
menghabisi hidup atau membuat diri menjadi mati oleh sebab tangan kita atau
tangan suruhan, adalah perbuatan-perbuatan yang termasuk dengan bunuh diri.
Singkat kata, Bunuh diri adalah tindakan menghilangkan nyawa sendiri dengan
menggunakan segala macam cara.
2.
Etiologi
Penyebab perilaku bunuh diri
dapat dikategorikan sebagai berikut :
·
Faktor genetic
Ada yang berpikir bahwa bawaan
genetik seseorang dapat menjadi faktor yang tersembunyi dalam banyak tindakan
bunuh diri. Memang gen memainkan peranan dalam menentukan temperamen seseorang,
dan penelitian menyingkapkan bahwa dalam beberapa garis keluarga, terdapat
lebih banyak insiden bunuh diri ketimbang dalam garis keluarga lainya. Namun,
“kecenderungan genetik untuk bunuh diri sama sekali tidak menyiratkan bahwa
bunuh diri tidak terelakan”. kata Jamison.
Kondisi kimiawi otak pun dapat menjadi faktor yang mendasar. Dalam otak. miliaran neuron berkomunikasi secara elektrokimiawi. Di ujung-ujung cabang serat syaraf, ada celah kecil yang disebut sinapsis yang diseberangi oleh neurotransmiter yang membawa informasi secara kimiawi. Kadar sebuah neurotransmiter, serotonin, mungkin terlibat dalam kerentanan biologis seseorang terhadap bunuh diri. Buku Inside the Brain menjelaskan, “Kadar serotonin yang rendah… dapat melenyapkan kebahagiaan hidup, mengurangi minat seseorang pada keberadaanya serta meningkatkan resiko depresi dan bunuh diri.”. Akan tetapi, faktor genetik tidak bisa dijadikan alasan yang mengharuskan seseorang untuk melakukan tindakan bunuh diri.
Kondisi kimiawi otak pun dapat menjadi faktor yang mendasar. Dalam otak. miliaran neuron berkomunikasi secara elektrokimiawi. Di ujung-ujung cabang serat syaraf, ada celah kecil yang disebut sinapsis yang diseberangi oleh neurotransmiter yang membawa informasi secara kimiawi. Kadar sebuah neurotransmiter, serotonin, mungkin terlibat dalam kerentanan biologis seseorang terhadap bunuh diri. Buku Inside the Brain menjelaskan, “Kadar serotonin yang rendah… dapat melenyapkan kebahagiaan hidup, mengurangi minat seseorang pada keberadaanya serta meningkatkan resiko depresi dan bunuh diri.”. Akan tetapi, faktor genetik tidak bisa dijadikan alasan yang mengharuskan seseorang untuk melakukan tindakan bunuh diri.
·
Faktor kepribadian
Salah satu faktor yang turut menentukan
apakah seseorang itu punya potensi untuk melakukan tindakan bunuh diri adalah
faktor kepribadian. Para ahli mengenai soal bunuh diri telah menggolongkan
orang yang cenderung untuk bunuh diri sebagai orang yang tidak puas dan belum
mandiri, yang terus-menerus meminta, mengeluh, dan mengatur, yang tidak luwes
dan kurang mampu menyesuaikan diri. Mereka adalah orang yang memerlukan
kepastian mengenai harga dirinya, yang akhirnya menganggap dirinya selalu akan
menerima penolakan, dan yang berkepribadian kekanak-kanakan, yang berharap
orang lain membuat keputusan dan melaksanakannya untuknya (Doman Lum).
Robert Firestone dalam buku Suicide and the Inner Voice menulis bahwa mereka yang mempunyai kecenderungan kuat untuk bunuh diri, banyak yang lingkungan terkecilnya tidak memberi rasa aman, lingkungan keluarganya menolak dan tidak hangat, sehingga anak yang dibesarkan di dalamnya merasakan kebingungan dalam menghadapi kehidupan sehari-hari. Pengaruh dari latar belakang kehidupan di masa lampau ini disebut faktor predisposesi (faktor bawaan). Dengan memahami konteks yang demikian, dapatlah kita katakan bahwa akar masalah dari perilaku bunuh diri sebenarnya bukanlah seperti masalah-masalah yang telah disebutkan di atas (ekonomi, putus cinta, penderitaan, dan sebagainya). Sebab masalah-masalah tersebut hanyalah faktor pencetus/pemicu (faktor precipitasi). Penyebab utamanya adalah faktor predisposisi. Menurut Widyarto Adi Ps, seorang psikolog, seseorang akan jadi melakukan tindakan bunuh diri kalau faktor kedua, pemicu (trigger)-nya, memungkinkan. Tidak mungkin ada tindakan bunuh diri yang muncul tiba-tiba, tanpa ada faktor predisposisi sama sekali. Akumulasi persoalan fase sebelumnya akan terpicu oleh suatu peristiwa tertentu.
Robert Firestone dalam buku Suicide and the Inner Voice menulis bahwa mereka yang mempunyai kecenderungan kuat untuk bunuh diri, banyak yang lingkungan terkecilnya tidak memberi rasa aman, lingkungan keluarganya menolak dan tidak hangat, sehingga anak yang dibesarkan di dalamnya merasakan kebingungan dalam menghadapi kehidupan sehari-hari. Pengaruh dari latar belakang kehidupan di masa lampau ini disebut faktor predisposesi (faktor bawaan). Dengan memahami konteks yang demikian, dapatlah kita katakan bahwa akar masalah dari perilaku bunuh diri sebenarnya bukanlah seperti masalah-masalah yang telah disebutkan di atas (ekonomi, putus cinta, penderitaan, dan sebagainya). Sebab masalah-masalah tersebut hanyalah faktor pencetus/pemicu (faktor precipitasi). Penyebab utamanya adalah faktor predisposisi. Menurut Widyarto Adi Ps, seorang psikolog, seseorang akan jadi melakukan tindakan bunuh diri kalau faktor kedua, pemicu (trigger)-nya, memungkinkan. Tidak mungkin ada tindakan bunuh diri yang muncul tiba-tiba, tanpa ada faktor predisposisi sama sekali. Akumulasi persoalan fase sebelumnya akan terpicu oleh suatu peristiwa tertentu.
·
Faktor psikologis
Faktor psikologis yang
mendorong bunuh diri adalah kurangnya dukungan sosial dari masyarakat sekitar,
kehilangan pekerjaan, kemiskinan, huru-hara yang menyebabkan trauma psikologis,
dan konflik berat yang memaksa masyarakat mengungsi. Psikologis seseorang
sangat menentukan dalam persepsi akan bunuh diri sebagai jalan akhir/keluar.
Dan psikologis seseorang tersebut juga sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor
tertentu juga.
·
Faktor ekonomi
Masalah ekonomi merupakan
masalah utama yang bisa menjadi faktor seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
Ekonomi sangat berpengaruh dalam pemikiran dan kelakuan seseorang. Menurut
riset, sebagian besar alasan seseorang ingin mengakhiri hidupnya/ bunuh diri
adalah karena masalah keuangan/ekonomi. Mereka berangggapan bahwa dengan
mengakhiri hidup, mereka tidak harus menghadapi kepahitan akan masalah ekonomi.
Contohnya, ada seorang ibu yang membakar dirinya beserta ananknya karena tidak
memiliki uang untuk makan. Berdasarkan contoh tersebut, para pelaku ini
biasanya lebih memikirkan menghindari permasalahan duniawi dan mengakhir hidup.
·
Gangguan mental dan kecanduan
Gangguan mental merupakan
penyakit jiwa yang bisa membuat seseorang melakukan tindakan bunuh diri. Mereka
tidak memikirkan akan apa yang terjadi jika menyakiti dan mengakhiri hidup mereka,
karena sistem mental sudah tidak bisa bekerja dengan baik. Selain itu ada juga
gangguan yang bersifat mencandu, seperti depresi, gangguan bipolar, scizoprenia
dan penyalahgunaan alkohol atau narkoba. Penelitian di Eropa dan Amerika
Serikat memperlihatkan bahwa lebih dari 90 persen bunuh diri yang dilakukan
berkaitan dengan gangguan-gangguan demikian. Bahkan, para peneliti asal Swedia
mendapati bahwa di antara pria-pria yang tidak didiagnosis menderita gangguan
apapun yang sejenis itu, angka bunuh diri mencapai 8,3 per 100.000 orang,
tetapi di antara yang mengalami depresi, angkanya melonjak menjadi 650 per
100.000 orang! Dan, para pakar mengatakan bahwa faktor-faktor yang mengarah ke
bunuh diri ternyata serupa dengan yang di negeri-negeri timur. Namun, sekalipun
ada kombinasi antara depresi dan peristiwa pemicu, itu bukan berarti bunuh diri
tidak bisa dielakan.
3.
Jenis
Tentamen Suicide
Jenis tentamen suicide antara
lain :
1) Ancaman
Bunuh Diri
Peringatan verbal atau
nonverbal bahwa orang tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri. Orang
tersebut mungkin menunjukkan secara verbal bahwa ia tidak akan berada di
sekitar kita lebih lama lagi atau mungkin juga mengkomunikasikan secara
nonverbal melalui pemberian hadiah, merevisi wasiatnya dan sebagainya.
Pesan-pesan ini harus dipertimbangkan dalam konteks peristiwa kehidupan
terakhir. Ancaman menunjukkan ambivalensi seseorang tentang kematian. Kurangnya
respon positif dapat ditafsirkan sebagai dukungan untuk melakukan tindakan
bunuh diri.
2) Upaya
bunuuh diri
Semua tindakan yang diarahkan
pada diri yang dilakukan oleh individu yang dapat mengarah kematian jika tidak
dicegah.
3) Bunuh
diri
Bunuh diri mungkin terjadi
setelah tanda peringatan terlewatkan atau diabaikan. Orang yang melakukan upaya
bunuh diri dan yang tidak benar-benar ingin mati mungkin akan mati jika
tanda-tanda tersebut tidak diketahui tepat pada waktunya.
4.
Patofisiologi
Patofisiologi dari tentamen
sucicide tergantung dari tipe percobaan bunuh diri yang dilakukan pasien,
tindakan yang paling umum dilakukan klien dalam upaya bunuh diri adalah dengan
sengaja mengonsumsi zat aditif atau bahan beracun, memutus nadi pergelangan
tangan, penenggelaman, dan lain sebagainya. Pada intoksifikasi zat beracun,
Intoksikasi atau keracunan adalah masuknya zat atau senyawa kimia ke dalam
tubuh seorang manusia yang menimbulkan efek yang bersifat merugikan pada yang
menggunakannya. Istilah peptisida pada umumnya dipakai untuk semua bahan yang
dipakai manusia untuk membasmi hama yang merugikan manusia.Termasuk peptisida
ini adalah insektisida. Ada 2 macam insektisida yang paling benyak digunakan
dalam bidang pertanian pada pembasmian hama :
1) Insektisida
hidrokarbon khorin ( IHK=Chlorinated Hydrocarbon )
2) Isektida
fosfat organic ( IFO =Organo Phosphatase insectisida )
5.
Pemeriksaan
Penunjang
Koreksi penunjang dari
kejadian tentamen suicide akan menentukan terapi resisitasi dan terapi lanjutan
yang akan dilakukan pada klien dengan tentamen suicide.
Pemeriksaan darah lengkap dengan elektrolit akan menunjukan seberapa berat syok yang dialami klien, pemeriksaan EKG dan CT scan bila perlu bia dilakukan jika dicurigai adanya perubahan jantung dan perdarahan cerebral.
Pemeriksaan darah lengkap dengan elektrolit akan menunjukan seberapa berat syok yang dialami klien, pemeriksaan EKG dan CT scan bila perlu bia dilakukan jika dicurigai adanya perubahan jantung dan perdarahan cerebral.
6.
Prinsip-Prinsip
Pengobatan
1. Kenali
dan obati kondisi-kondisi psikiatrik dan medis
2. Kembangkan
ikatan terapeutik dengan klien
3. Klien
yang ingin bunuh diri biasanya bersikap ambivalen tentang kematian. Ungkapkan
ambivalen tersebut-perlihatkan bukti-bukti bahwa mereka ingin hidup. Berikan
harapan yang jelas. Buat rencana yang spesifik dengan dan untuk klien. Mintalah
kedewasaan mereka, bukan sikap regresinya
4. Klien
sering bingung dan memiliki fokus pikir yang sempit-hadapkan pada hal-hal
realita
5. Jangan
mengecilkan keseriusan klien dalam usaha bunuh diri
6. Jangan
pernah setuju untuk merahasiakan rencana bunuh diri
7. Bantulah
klien melewati masa berduka dan kehilangan
8. Jangan
memberi alasan untuk membenarkan gejala-gejala yang dialami klien
9. Potensi
untuk bunuh diri dapat berubah dengan cepat. Nilailah kembali kondisi pikiran
klien dengan sering
10. Gunakan
sumber daya dari komunitas
11. Jangan
kehilangan kontak dengan klien. Pantaulah dengan teliti selama musim liburan di
rumah
12. Bersikap
aktif, tetapi tetap menuntut klien bertanggung jawab atas hidupnya
BAB
III
KONSEP
KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
Dalam
memberikan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama dan hal yang
paling penting dilakukan oleh perawat, baik pada saat penderita pertama kali
masuk Rumah Sakit (untuk mengetahui riwayat penyakit dan perjalanan penyakit
yang dialami pasien) maupun selama penderita dalam masa perawatan (untuk
mengetahui perkembangan pasien dan kebutuhannya serta mengidentifikasi masalah
yang dihadapinya).
Hasil pengkajian yang dilakukan perawat terkumpul dalam bentuk data. Adapun metode atau cara pengumpulan data yang dilakukan dalam pengkajian:
Hasil pengkajian yang dilakukan perawat terkumpul dalam bentuk data. Adapun metode atau cara pengumpulan data yang dilakukan dalam pengkajian:
v Wawancara
v Pemeriksaan
fisik
v Observasi
atau pengamatan
v Catatan
atau status pasien
v Kolaborasi
dengan tim kesehatan lain
Pengkajian Primer meliputi:
ü Airway
Menilai apakah jalan nafas pasien bebas. Apakah klien dapat berbicara dan bernafas dengan mudah, nilai kemampuan klien untuk bernafas secara normal.
Pada klien dengan kasus percobaan bunuh diri secara penenggelaman, mungkin akan ditemukan adanya timbunan cairan di paru-paru yang ditandai dengan muntah dan sesak nafas hebat.
Menilai apakah jalan nafas pasien bebas. Apakah klien dapat berbicara dan bernafas dengan mudah, nilai kemampuan klien untuk bernafas secara normal.
Pada klien dengan kasus percobaan bunuh diri secara penenggelaman, mungkin akan ditemukan adanya timbunan cairan di paru-paru yang ditandai dengan muntah dan sesak nafas hebat.
ü Breathing
Kaji pernafasan klien, berupa pola nafas, ritme, kedalaman, dan nilai berapa frekuensi pernafasan klien per menitnya. Penurunan oksigen yang tajam ( 10 liter/menit ) harus dilakukan suatu tindakan ventilasi. Analisa gas darah dan pulse oxymeter dapat membantu untuk mengetahui kualitas ventilasi dari penderita.
Tanda hipoksia dan hiperkapnia bisa terjadi pada penderita dengan kegagalan ventilasi seperti pada klien dengan kasus percobaan bunuh diri yang dapat mengakibatkan asfiksia. Kegagalan oksigenasi harus dinilai dengan dilakukan observasi dan auskultasi pada leher dan dada melalui distensi vena.
Kaji pernafasan klien, berupa pola nafas, ritme, kedalaman, dan nilai berapa frekuensi pernafasan klien per menitnya. Penurunan oksigen yang tajam ( 10 liter/menit ) harus dilakukan suatu tindakan ventilasi. Analisa gas darah dan pulse oxymeter dapat membantu untuk mengetahui kualitas ventilasi dari penderita.
Tanda hipoksia dan hiperkapnia bisa terjadi pada penderita dengan kegagalan ventilasi seperti pada klien dengan kasus percobaan bunuh diri yang dapat mengakibatkan asfiksia. Kegagalan oksigenasi harus dinilai dengan dilakukan observasi dan auskultasi pada leher dan dada melalui distensi vena.
ü Circulation
Nilai sirkulasi dan peredaran darah, kaji pengisian kapiler, kaji kemampuan venus return klien, lebih lanjut kaji output dan intake klien Penurunan kardiak out put dan tekanan darah, klien dengan syok hipovolemik biasanya akan menunjukan beberapa gejala antara lain, Urin out put menurun kurang dari 20cc/jam, Kulit terasa dingin, Gangguan fungsi mental, Takikardi, Aritmia
Nilai sirkulasi dan peredaran darah, kaji pengisian kapiler, kaji kemampuan venus return klien, lebih lanjut kaji output dan intake klien Penurunan kardiak out put dan tekanan darah, klien dengan syok hipovolemik biasanya akan menunjukan beberapa gejala antara lain, Urin out put menurun kurang dari 20cc/jam, Kulit terasa dingin, Gangguan fungsi mental, Takikardi, Aritmia
ü Disability
Menilai kesadaran dengan cepat dan akurat. Hanya respon terhadap nyeri atau sama sekali tidak sadar. Tidak di anjurkan menggunakan GCS, adapun cara yang cukup jelas dan cepat adalah :
Menilai kesadaran dengan cepat dan akurat. Hanya respon terhadap nyeri atau sama sekali tidak sadar. Tidak di anjurkan menggunakan GCS, adapun cara yang cukup jelas dan cepat adalah :
A : Awakening
V : Respon BicarA
P : Respon Nyerin
U : Tidak Ada Nyeri
Penurunan
kesadaran dapat disebabkan penrunan oksigenasi atau penurunan perfusi ke otak
atau disebabkan trauma langsung pada otak. Penurunan kesadaran menuntut
dilakukannya reevaluasi terhadap keadaan oksigenasi, ventilasi dan perfusi.
ü Exposure
Lepaskan pakaian yang dikenakan dan penutup tubuh agar dapat diketahui kelaianan atau cidera yang berhubungan dengan keseimbangan cairan atau trauma yang mungkin dialami oleh klien dengan tentamen suicide, beberapa klien dengan tentamen suicide akan mengalami trauma pada lokasi tubuh percobaan bunuh diri tersebut, misalnya di leher, pergelangan tangan dan dibagian-bagian tubuh yang lain.
Lepaskan pakaian yang dikenakan dan penutup tubuh agar dapat diketahui kelaianan atau cidera yang berhubungan dengan keseimbangan cairan atau trauma yang mungkin dialami oleh klien dengan tentamen suicide, beberapa klien dengan tentamen suicide akan mengalami trauma pada lokasi tubuh percobaan bunuh diri tersebut, misalnya di leher, pergelangan tangan dan dibagian-bagian tubuh yang lain.
Pengkajian sekunder
ü Data
pasien
Data pasien merupakan
identitas pasien yang meliputi:
@ Nama
@ Usia
@ Jenis
kelamin
@ Kebangsaan/suku
@ Berat
badan, tinggi badan
@ Tingkat
pendidikan
@ Pekerjaan
@ Status
perkawinan
@ Anggota
keluarga
@ Agama
@ Kondisi
medis, prosedur pembedahan
@ Masalah
emosional
@ Dirawat
di RS sebelumnya
@ Pengobatan
sebelumnya
@ Alergi
@ Review
sistem tubuh (pada sistem utama yang mengalami gangguan)
Pengkajian dilanjutkan dengan mengkaji keluhan utama, keluhan tambahan serta aspek psikologis dari klien dengan percobaan bunuh diri.
Pengkajian dilanjutkan dengan mengkaji keluhan utama, keluhan tambahan serta aspek psikologis dari klien dengan percobaan bunuh diri.
B.
Diagnosa
Keperawatan
1. Bersihan
jalan nafas tidak efektif
2. Kekurangan
volume cairan
3. Pola
nafas tidak efektif
4. Gangguan
pertukaran gas
5. Gangguan
perfusi jaringan
C.
Intervensi
Keperawatan
Diagnosa keperawatan 1 : Bersihan jalan nafas
tidak efektif
NOC: Status Pernapasan: Ventilasi
Tujuan: Bersihan jalan napas kembali efektif
KH:
C Menunjukkan
jalan napas paten dg bunyi napas bersih
C Tidak
ada dipsneu
C Sekret
dapat keluar
NIC: Pengelolaan Jalan Napas
1. Kaji
frekuensi atau kedalaman pernapasan dan gerakan dada
2. Auskultasi
area paru, catat area penurunan udara
3. Bantu
pasien latihan nafas dalam dan melakukan batuk efektif.
4. Berikan
posisi semifowler dan pertahankan posisi anak
5. Lakukan
penghisapan lendir sesuai indikasi.
6. Kaji
vital sign dan status respirasi.
7. Kolaborasi
pemberian oksigen dan obat bronkodilator serta mukolitik ekspektoran.
Diagnosa keperawatan 2 : Kekurangan volume cairan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan kebutuhan cairan dan elektrolit adekuat.
NOC : Fluid balance
KH:
C Mempertahankan
urine output sesuai berat badan
C Tanda-tanda
vital dalam batas normal
C Tidak
ada tanda dehidrasi, turgor kulit baik, mukosa lembab.
Skala penilaian NOC :
1 : Tidak pernah menunjukan
2 : Jarang menunjukan
3 : Kadang menunjukan
4 : Sering menunjukan
5 : Selalu menunjukan
NIC : Fluid management
1. Pertahankan
intake dan output sesuai berat badan
2. Monitor
status hidrasi
3. Monitor
TTV
4. Kolaborasi
pemberian cairan IV
5. Anjurkan
pasien untuk meningkatkan masukan makanan dan cairan
6. Monitor
adanya tanda dehidrasi, turgor kulit dan mukosa bibir
Diagnose keperawatan 3 : Pola nafas tidak efektif
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam diharapkan pasien bisa bernafas dengan lega dengan criteria
hasil :
C respirasi
20x/mnt
C pasien
tidak terengah – engah dalam bernafas
C pasien
tampak rileks
Intervensi :
1. Berikan
terapi oksigen
Rasional : membantu mencukupi
kebutuhan oksigen
2. Berikan
posisi tendelenberg
Rasional : meningkatkan aliran
balik vena
3. Observasi
TTV, terutama respirasi tiap 4 jam sekali
Rasional : membantu
mengevaluasi perkembangan pola nafas
4. Kolaborasi
medis untuk pemberian obat golongan epinefrin
Rasional : membantu pembuluh
kapiler dilatasi
Diagnosa keperawatan 4 : gangguan pertukaran gas
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan pertukaran gas lancar.
NOC : Respiratory status : gas exchange
KH:
C Mendemonstrasikan
peningkatan ventilasi dan oksigen yang adekuat.
C Memelihara
kebersihan paru dan bebas dari tanda-tanda distress pernafasan .
C Tanda-tanda
vital dalam rentang normal.
C Keterangan
skala :
1 = Tidak pernah menunujukkan
2 = Jarang menunjukkan
3 = Kadang menunjukkan
4 = Sering menunjukkan
5 = Selalu menunjukkan
NIC : Airway management
Aktivitas :
1. Buka
jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thurst bila perlu.
2. Posisikan
pasien untuk memaksimalkan ventilasi.
3. Identifikasi
pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan.
4. Berikan
bronkodilator bila perlu.
5. Monitor
konsentrasi dan status oksigen.
Diagnose keperawatan 5 : gangguan perfusi
jaringan
Tujuan : Tidak terjadi perubahan perfusi pada
jaringan serebral
NOC I: Status sirkulasi
a. Tekanan darah sistol normal
b. Tekanan darah diastole normal
c. Denyut nadi normal
d. Tekanan vena sentral normal
e. Tekanan paru paru normal
f. Denyut jantung normal
g. Irama jantung normalh. Perbedaan oksigen darah
di arteri dan vena normal
Keterangan Skala
1 = Tidak pernah menunjukan
2 = Jarang menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Sering menunjukan
5
= Selalu menunjukan
NIC
1. Awasi
sirkulasi
2. Evaluasi
adanya edema perifer dan nadi
3. Lihat
/ kaji kulit ada luka atau tidak
4. Kaji
derajat ketidaknyamanan atau nyeri
5. Ekstermitas
bawah direndahkan untuk meningkatkan sirkulasi arteri
6. Ganti
posisi pasien paling sedikit 2 jam
7. Monitor
stress cairan, ternasuk cairan dan keluaran.
D.
Rencana
Evaluasi
Diagnosa keperawatan 1 : Bersihan
jalan nafas tidak efektif
NOC: Status Pernapasan: Ventilasi
Tujuan: Bersihan jalan napas
kembali efektif
KH:
C Menunjukkan
jalan napas paten dg bunyi napas bersih ( 4 )
C Tidak
ada dipsneu ( 4 )
C Sekret
dapat keluar ( 5 )
Diagnosa keperawatan 2 :
Kekurangan volume cairan
Resiko kekurangan volume
cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih.
Tujuan : setelah dilakukan
tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan cairan dan elektrolit adekuat.
NOC : Fluid balance
KH:
C Mempertahankan
urine output sesuai berat badan ( 4 )
C Tanda-tanda
vital dalam batas normal ( 5 )
C Tidak
ada tanda dehidrasi, turgor kulit baik, mukosa lembab. ( 5 )
Diagnose keperawatan 3 : Pola
nafas tidak efektif
Tujuan : setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien bisa bernafas dengan
lega.
KH:
C respirasi
20x/mnt ( 5 )
C pasien
tidak terengah – engah dalam bernafas ( 5 )
C pasien
tampak rileks ( 5 )
Diagnosa keperawatan 4 :
gangguan pertukaran gas
Tujuan : Setelah dilakukan
tindakan keperawatan diharapkan pertukaran gas lancar.
NOC : Respiratory status : gas
exchange
KH:
C Mendemonstrasikan
peningkatan ventilasi dan oksigen yang adekuat ( 4 )
C Memelihara
kebersihan paru dan bebas dari tanda-tanda distress pernafasan . ( 5 )
C Tanda-tanda
vital dalam rentang normal. ( 5 )
Diagnose keperawatan 5 :
gangguan perfusi jaringan
Tujuan : Tidak terjadi
perubahan perfusi pada jaringan serebral
NOC : Status sirkulasii. Tekanan
darah sistol normal ( 4 )
C Tekanan
darah diastole normal ( 4 )
C Denyut
nadi normal ( 4 )
C Tekanan
vena sentral normal ( 4 )
C Tekanan
paru paru normal ( 4 )
C Denyut
jantung normal ( 4 )
C Irama
jantung normal ( 5 )
C Perbedaan
oksigen darah di arteri dan vena normal ( 4 )
DAFTAR
PUSTAKA
Kapita Selekta kedokteran, editor, Mansjoer Arif (et.al) ed.III, ce. 2.1999.
Pasien dengan Tentamina Suicidum Media Aesculapius: Jakarta.
http://atiners.wordpress.com/ Diakses 04 juni 2012
http://belibis-a17.com/2012/05/24/asuhan-keperawatan-perilaku-bunuh-diri/
http://kumpulan0askep.wordpress.com/2011/06/01/askep-gadar-percobaan-bunuh-diri/
0 komentar:
Posting Komentar