Selasa, 01 November 2011

asuhan keperawatan pada sistem immunitas "HIV/AIDS"

BAB I
KONSEP MEDIK

I.                   Pengertian
AIDS adalah sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan tejadinya defisiensi, tersebut seperti keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal dan sebagainya.
AIDS atau Acquired Immune Deficiency Sindrome merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh oleh virus yang disebut HIV. Dalam bahasa Indonesia dapat dialih katakana sebagai Sindrome Cacat Kekebalan Tubuh Dapatan.
Acquired : Didapat, Bukan penyakit keturunan
Immune : Sistem kekebalan tubuh
Deficiency : Kekurangan
Syndrome : Kumpulan gejala-gejala penyakit
Kerusakan progresif pada system kekebalan tubuh menyebabkan ODHA ( orang dengan HIV /AIDS ) amat rentan dan mudah terjangkit bermacam-macam penyakit. Serangan penyakit yang biasanya tidak berbahaya pun lama-kelamaan akan menyebabkan pasien sakit parah bahkan meninggal.
·         AIDS adalah sekumpulan gejala yang menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh yang diakibatkan oleh factor luar ( bukan dibawa sejak lahir )
·         AIDS diartikan sebagai bentuk paling erat dari keadaan sakit terus menerus yang berkaitan dengan infeksi Human Immunodefciency Virus ( HIV ). ( Suzane C. Smetzler dan Brenda G.Bare )

II.                Etiologi
Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan keduanya disebut HIV.
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
1.      Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala.
2.      Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness.
3.      Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
4.      Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari, HB menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.
5.      AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system tubuh, dan manifestasi neurologist.
AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun wanita. Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah :
1.      Lelaki homoseksual atau biseks.                 
2.      Orang yang ketagian obat intravena
3.      Partner seks dari penderita AIDS
4.      Penerima darah atau produk darah (transfusi).
5.      Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.

III.             Cara penularan
a.       Hubungan  seksual, dengan resiko penularan 0,1-1% tiap hubungan seksual
b.      Melalui darah:
·         Transfuse darah yang mengandung HIV, resiko penularan 90-98%
·         Tertusuk jarum yang mengandung HIV, resiko penularan 0,03%
·         Terpapar mukosa yang mengandung HIV, resiko penularan 0,00051%

c.       Transmisi ibu ke anak:
·         Selama kehamilan
·         Saat persalinan, resiko penularan 50%
·         Melalui ASI 14%

IV.             Patofisiologi

Menginfeksi limfosit T4 dan monosit. Partikel-2 HIV bebas yang dilepas dari sel yang terinfeksi dpt berikatan dgn sel lain yang tidak terinfeksi.

Segera setalah masuk kedlm sel, enzim dalam kompleks nukleoprotein menjadi aktif dan dimulailah siklus reproduksi.

Limfosit T, monosit/makrofag adalah sel pertama yang terinfeksi.

Besar kemungkinan bahwa sel dendritik berperan dalam penyebabaran HIV
dalam jaringan limfoid ® fungsi sel dendritik menangkap antigen
dalam epitel lalu masuk melalui kontak antar sel.

Dalam beberapa hari jumlah virus dalam kelenjar berlipat ganda dan
mengakibatkan viremia. Pada saat itu jumlah virus dalam darah  ® infeksi akut.

Viremia menyebabkan virus menyebar diseluruh tubuh dan menginfeksi
sel T, monosit maupun makrofag dlm jaringan limfoid perifer.

Sistem immun spesifik akan berupaya mengendalikan infeksi  yang nampak
dari menurunnya kadar viremia.

Setelah infeksi akut, berlangsung fase kedua dimana kelenjar getah bening dan
limfa merupakan tempat replikasi virus dan dekstruksi jaringan secara
terus menerus ® fase laten.


Destruksi sel T dlm jaringan limfoid terus berlangsung sehingga jumlah sel T
makin lama makin menurun (jml sel T dlm jaringan limfoid 90 %
dari jml sel T diseluruh tubuh)

Selama masa kronik progresif,m respon imun thdp infeksi lain akan meransang
produksi HIV  dan mempercepat dekstruksi sel T, selanjutnya penyakit
bertambah progresif dan mencapai fase letal yang disebut AIDS.

·         Viremis meningkat drastis karena karena replikasi virus di bagian lain dalam tubuh meningkat ® pasien menderita infeksi oportunistik, cacheksia, keganasan dan degenerasi susunan saraf pusat.
·         Kehilangan limfosit Th menyebabkan pasien peka thdp berbagai jenis infeksi dan menunjukkan respon immune yang inefektif thdp virus onkogenik.

IV.             Manifestasi Klinis
·         AIDS menyebar luas dan pada dasarnya mengenai setiap sistem organ.
·         Gagal nafas dpt terjadi 2 – 3 hari
·         Tbc
·         Nafsu makan menurun, mual, muntah
·         Diare merupakan masalah pd klien AIDS ® 50% - 90%
·         Kandidiasis oral ® infeksi jamur
·         Bercak putih dalam rongga mulut ®tdk diobati dpt ke esophagus dan lambung.
·         Wasthing syndrome ® penurunan BB/ kaheksia (malnutrisi akibat penyakit kronis, diare, anoreksia, malabsorbsi gastrointestinal)
·         Kanker : klien AIDS insiden lebih tinggi ®mungkin adanya stimulasi HIV thdp sel-2 kanker yang sedang tumbuh atau berkaitan dng defesiensi kekebalan ® mengubah sel yang rentang menjadi sel maligna.
·         Sarcoma kaposis ® kelainan maligna berhubungan dgn HIV (paling sering ditemukan) ®penyakit yang melibatkan endotel pembuluh darah  dan linfe. Secara khas ditemukan sebagai lesi pd kulit sebagian tungkai terutama pada pria. Ini berjalan lambat dan sudah diobati. Lokasi dan ukuran lesi dpt menyebabkan statis aliran  vena, limfedema serta rasa nyeri. Lesi ulserasi akan merusak intergritas kulit dan meningkatkan ketidak nyamanan serta kerentanan thdp infeksi.
·         Diperkirakan 80 % klien AIDS mengalami kalianan neurologis ® gangguan pd saraf pusat, perifer dan otonom. Respon umum pd sistem saraf pusat mencakup inflamasi, atropi, demielinisasi, degenerasi dan nekrosis.
·         Herpes zoster ® pembentukan vesikel yang nyeri pd kulit.
·         Dermatitis seboroik ® ruam yang difus, bersisik yang mengenai kulit kepala dan wajah.
·         Pada wanita: kandidiasis vagina® dapat merupakan tanda pertama yang menunjukkan HIV pd wanita.

V.                Pemeriksaan Diagnostik
1.      Tes untuk diagnosa infeksi HIV :
·   ELISA
·   Western blot
·   P24 antigen test
·   Kultur HIV
2.      Tes untuk deteksi gangguan system imun.
·   Hematokrit.
·   LED
·   CD4 limfosit
·   Rasio CD4/CD limfosit
·   Serum mikroglobulin B2
·   Hemoglobulin

VI.             Penatalaksanaan
·         Belum ada penyembuhan bagi AIDS, sehingga pencegahan infeksi HIV perlu dilakukan. Pencegahan berarti tdk kontak dgn cairan tubuh yang tercemar HIV.
·         Pengobatan pd infeksi umum
·         Penatalaksanaan diare
·         Penatalaksanaan nutrisi yang adekuat
·         Penanganan keganasan
·         Terapi antiretrovirus
·         Terapi alternative : terapi spiritual, terapi nutrisi, terapi obat tradisional, terapi tenaga fisik dan akupungtur, yoga, terapi massage, terapi sentuhan.




BAB II
KONSEP KEPERAWATAN

I.                   Pengkajian
1.      Riwayat : tes HIV positif, riwayat perilaku beresiko tinggi, menggunakan obat-obat.
2.      Penampilan umum : pucat, kelaparan.
3.      Gejala subyektif : demam kronik, dengan atau tanpa menggigil, keringat malam hari berulang kali, lemah, lelah, anoreksia, BB menurun, nyeri, sulit tidur.
4.      Psikososial : kehilangan pekerjaan dan penghasilan, perubahan pola hidup, ungkapkan perasaan takut, cemas, meringis.
5.      Status mental : marah atau pasrah, depresi, ide bunuh diri, apati, withdrawl, hilang interest pada lingkungan sekitar, gangguan prooses piker, hilang memori, gangguan atensi dan konsentrasi, halusinasi dan delusi.
6.      HEENT : nyeri periorbital, fotophobia, sakit kepala, edem muka, tinitus, ulser pada bibir atau mulut, mulut kering, suara berubah, disfagia, epsitaksis.
7.      Neurologis :gangguan refleks pupil, nystagmus, vertigo, ketidakseimbangan , kaku kuduk, kejang, paraplegia.
8.      Muskuloskletal : focal motor deifisit, lemah, tidak mampu melakukan ADL.
9.      Kardiovaskuler ; takikardi, sianosis, hipotensi, edem perifer, dizziness.
10.  Pernapasan : dyspnea, takipnea, sianosis,  SOB, menggunakan otot  Bantu pernapasan, batuk produktif atau non produktif.
11.  GI : intake makan dan minum menurun, mual, muntah, BB menurun, diare, inkontinensia, perut kram, hepatosplenomegali, kuning.
12.  Gu : lesi atau eksudat pada genital,
13.  Integument : kering, gatal, rash atau lesi, turgor jelek, petekie positif.




II.                 


III.             Diagnosa Keperawatan
1.      Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan pola hidup yang beresiko.
2.      Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi HIV, adanya infeksi non opportunisitik yang dapat ditransmisikan.
3.      Kekurangan cairan tubuh berhubungan dengan diare berat.
4.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi.
5.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran.
6.      Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan yang orang dicintai.


IV.             Perencanaan Keperawatan
NDX
Diagnosa Keperawatan
Perencanaan Keperawatan
Tujuan dan criteria hasil
Intervensi
Rasional
1
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan pola hidup yang beresiko.

Pasien akan bebas infeksi oportunistik dan komplikasinya dengan kriteria:
·         tak ada tanda-tanda infeksi baru.
·         Tidak demam bebas dari pengeluaran/sekresi purulen dan tanda-tanda lain dari infeksi
·         Mengidentifikasi/ikut serta dalam perilaku yang menguraasi resiko infeksi.
·         pemeriksaan lab tidak menunjukkan adanya infeksi oportunis
·          tanda vital dalam batas normal.

1.      Monitor tanda-tanda infeksi baru.
2.      gunakan teknik aseptik pada setiap tindakan invasif. Cuci tangan sebelum meberikan tindakan.
3.      Anjurkan pasien metode mencegah terpapar terhadap lingkungan yang pathogen
4.      Pantau tanda-tanda vital, utamanya suhu.












5.      Bersihkan
kuku tiap jari. Dikikir, lebih baik daripada dipotong dan hindari pemotongan kutikula
6.      Kumpulkan spesimen untuk tes lab sesuai order.
Untuk pengobatan dini

Mencegah pasien terpapar oleh kuman patogen yang diperoleh di rumah sakit.




Mencegah bertambahnya infeksi






Memberikan informasi data dasar, awitan/peningkatan suhu secara berulang-ulang dari demam untuk menunjukkan bahwa tubuh bereaksi pada proses infeksi yang baru dimana obat tidak lagi dapat secara efektif mengontrolinfeksi yang tidak dapat disembuhkan
 Mengurangi resiko transmisi bakteri pathogen melaluin kulit




 Meyakinkan diagnosis akurat dan pengobatan

2
Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi HIV, adanya infeksi non opportunisitik yang dapat ditransmisikan.

Infeksi HIV tidak ditransmisikan, tim kesehatan memperhatikan universal precautions dengan kriteria:
·         kontak pasien dan tim kesehatan tidak terpapar HIV,
·         tidak terinfeksi patogen lain seperti TBC.
1.      Anjurkan pasien atau orang penting lainnya metode mencegah transmisi HIV dan kuman patogen lainnya.
2.      Gunakan darah dan cairan tubuh precaution bial merawat pasien. Gunakan masker bila perlu.
Pasien dan keluarga mau dan memerlukan informasikan ini







Mencegah transimisi infeksi HIV ke orang lain
3
Kekurangan cairan tubuh berhubungan dengan diare berat.

Keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan dengan kriteria:  
·         intake seimbang output.
·         turgor normal,
·         membran mukosa lembab,
·         kadar urine normal,
·         tidak diare setelah 5 hari perawatan.
1.    Monitor tanda-tanda dehidrasi.

2.    Monitor intake dan ouput




3.    Anjurkan untuk minum peroral

4.    Atur pemberian infus dan eletrolit : RL 20 tetes/menit.
Kolaborasi pemberian antidiare.
Volume cairan deplesi merupakan komplikasi dan dapat dikoreksi.
Melihat kebutuhan cairan yang masuk dan keluar.
Sebagai kompensasi akibat peningkatan output.
Memenuhi kebutuhan intake yang peroral yang tidak terpenuhi.
Mencegah kehilangan cairan tubuh lewat diare (BAB).
4
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi.

Pasien mempunyai intake kalori dan protein yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan metaboliknya dengan kriteria:
·         mual dan muntah dikontrol,
·         pasien makan TKTP,
·         serum albumin dan protein dalam batas normal,
·         BB mendekati seperti sebelum sakit.
1.          Monitor kemampuan mengunyah dan menelan.
2.          Monitor BB, intake dan ouput
3.          Atur antiemetik sesuai order
4.          Rencanakan diet dengan pasien dan orang penting lainnya.
Intake menurun dihubungkan dengan nyeri tenggorokan dan mulut
Menentukan data dasar

Mengurangi muntah


Meyakinkan bahwa makanan sesuai dengan keinginan pasien

5
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
Pada saat akan pulang pasien sudah mampu berpartisipasi dalam kegiatan dengan kriteria:
·         bebas dyspnea dan takikardi selama aktivitas.
1.    Monitor respon fisiologis terhadap aktivitas
2.    Berikan bantuan perawatan yang pasien sendiri tidak mampu
3.    Jadwalkan perawatan pasien sehingga tidak mengganggu istirahat.
Respon bervariasi dari hari ke hari



Mengurangi kebutuhan energi




Ekstra istirahat perlu jika karena meningkatkan kebutuhan metabolik
6
Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan yang orang dicintai.

Keluarga atau orang penting lain mempertahankan suport sistem dan adaptasi terhadap perubahan akan kebutuhannya dengan kriteria pasien dan keluarga berinteraksi dengan cara yang konstruktif
1.     Kaji koping keluarga terhadap sakit pasein dan perawatannya
2.     Biarkan keluarga mengungkapkana perasaan secara verbal
3.     Ajarkan kepada keluarga tentang penyakit dan transmisinya.
Memulai suatu hubungan dalam bekerja secara konstruktif dengan keluarga.
Mereka tak menyadari bahwa mereka berbicara secara bebas

Menghilangkan kecemasan tentang transmisi melalui kontak sederhana.



V.                Implementasi
Dilaksanakan sesuai dgn perencanaan dgn mencantumkn respon pasien dan waktu pelaksanaan.

VI.             Evaluasi
Evaluasi sesuai dengan tujuan dan evaluasi proses.



Daftar Pustaka


Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made S, EGC, Jakarta  

Mansjoer, Arif dkk, 1999 Kapita Selekta Kedokteran Jilid II Edisi 3. Media Aesculapius : Jakarta.           

Smeltzer,Suzanne C.2002.Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner &Suddrath, edisi 8 vol3: penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta

Wilson M. Lorrainem dkk, 1995, patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses penyakit, edisi 4: penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta
  

0 komentar:

Posting Komentar